Lama yaa.. nga Nulis di Blog ato catatan di Facebook.. Mhon Maklum!. lagi Sibuk kerja dan slesain Novel "Wanita Berkerudung Orange" hehehehe #promolagi.
nich ad sdikit bocoran tentang novelnya.. izin tag yaa..!. Mohon Dibaca yaa.. dibaca yaa... klo nga b'minat boleh dihapus tagx. hehehe
Silahkan.. Bismillah
BAB II
Pelangi Hilang
“Tau ngak, Aku Paling Benci minum Susu Putih!. Sejak Aku mengenalmu, kamu memperkenalkan padaku, bahwa susu itu seputih dan semanis hatimu.. untuk itu aku belajar untuk mencintai Susu putih itu, juga Kamu” Rayu Kian
“Accchh.. Gombal!. Mulai pintar Gombal ya? Siapa yang ajar” Tanya Ayudia
“Kamu..! Binar Matamu Sungguh Indah, Seindah Rasa Sayang mu yang mau naik Motor Buntutku. hehehe.” Sekian kalinya Kian mengombal mencoba meromantiskan suasana.
Namun saat makan malam berlangsung, hidung Ayudia mengeluarkan tetesan darah kental. Saat itu Kian khawatir namun Ayudia hanya bilang kalau itu mimisan biasa. Mendengar itu kekhawatiran Kian berkurang.
Suatu minggu pagi mereka berjalan di taman kota namun tiba-tiba Ayudia jatuh pingsan, saat itu ia langsung dibawa Kian ke rumah sakit terdekat. Setelah diperiksa oleh Dokter yang bersangkutan Ayudia divonis menderita kanker otak. Hal itu diberitahukan oleh Dokter ke Ayudia. dan dikatakan bahwa umurnya tidak akan lama lagi. “Dok, saya harap dokter tidak memberitahukan hal ini pada pacar saya yang sedang menunggu di depan. Karena saya tidak ingin dia bersedih,” pinta Ayudia pada Dokter tersebut.
Setelah Dokter keluar dari ruangan, “Gimana, dok, keadaan pacar saya?” tanya Kian.
“O…anda tenang saja. Pacar anda baik-baik saja. Hanya terkena anemia atau kekurangan darah. Makanya dia sering letih dan pingsan,” jawaban Dokter pada Kian.
“Lalu, bagaimana, Dok?” tanya Kian lagi penasaran.
“Hmm… tolong biarkan dia istirahat untuk beberapa hari ini dan jangan diganggu dulu ya…” saran Dokter pada Kian lalu masuk ke dalam ruangan.
Dokter meminta agar Ayudia tabah dan sabar serta banyak berdoa agar datang suatu keajaiban nanti dan segera diminta memberitahukan kepada kedua orang tuanya tentang penyakit yang sedang di deritanya tersebut. Dan juga untuk tidak berhenti berobat ke spesialis-spesialis kanker otak.
Akhirnya Kian mengantar Ayudia pulang kerumahnya dengan motor Buntutnya. Sampai di depan teras, Ayudia mengucapkan selamat malam pada Kian dan berpesan agar hati-hati di jalan, begitu pula dengan Kian yang berpesan agar Ayudia banyak beristirahat.
Malam hari setelah selesai makan malam bersama keluarga, Ayudia menceritakan yang terjadi terhadap dirinya kepada kedua orang-tuanya. Ayudia merupakan anak perempuan satu-satunya di keluarga tersebut dari lima bersaudara, jadi wajar ia sangat disayang oleh kedua orang tuanya. Mendengar apa yang disampaikan oleh anaknya tersebut kedua orang tuanya sangat sedih dan khawatir, dan segera berusaha bagaimana agar anaknya bisa cepat sembuh.
Sudah seminggu sejak pengobatan Ayudia yang tidak diketahui oleh Kian. Bahkan ketika Kian menelpon untuk menanyakan keadaannya, pasti tidak pernah diangkat. Sms dari Kian tidak pernah dibalas. Sampai suatu hari Ayudia menelpon Kian untuk datang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah Ayudia, Kian dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu. Orang tua Ayudia memperhatikan dari atas tangga. Ayudia juga pernah berpesan pada orang tuanya untuk tidak memberitahukan penyakit yang dideritanya kepada Kian sampai kapanpun.
Dengan wajah mulai pucat Ayudia meminta Kian untuk mendengarkan ucapannya dengan serius. “Kian, aku minta kamu jauhi aku mulai saat ini…” pintanya dengan nada sedih.
“Kenapa,,,?” tanya Kian penasaran.
“Ortu Aku mau Pindah Tugas di Jogja dan Mau tidak mau Aku Harus lanjut Sekolah di Jogja juga. Orang tuaku ingin aku hidup dengan orang yang sukses. Aku harap kamu bisa berusaha keras dan kembali padaku dengan kesuksesan yang kamu raih…”
BAB IV
Sheila.. Pelangi Tak Sewarna Tapi dia Satu Warna Terbaik Penganti Pelangi...
Kini datang Pelangi Baru menghiasi Catatan Hidup Kian, seorang Pria Sederhana, SHEILA ABIGAIL, Pemberi Semangat & Pemberi Motivasi Handal. Pelangi Beda Begitupun dengan AYUDIA pasti Beda!. Pelangi Tak Sewarna Tapi dia Satu Warna Terbaik Penganti Pelangi...
Bagiku dia seperti wujud reinkarnasi. Di dalamnya aku menemukan sosok seseorang yang dulu pergi meninggalkanku. Aku melihat dia seperti melihatnya. Putih, pendiam, pemalu namun ditelepon dan SMS suasana lain terasa berbeda. Sama seperti kisahku dulu. Aku seperti menemukan oase baru, seperti menemukan seseorang yang sama namun dengan nama dan rupa yang berbeda. Tetapi nasibku tetap sama, episode kali ini, aku juga patah hati.
Sheila...Wanita Berkerudung Orange yang slalu kusapa dalam setiap detak pikiranku saat ini, Mengapa namanya selalu menghantui diriku. Mengapa nama itu tak pernah jeda. Mengapa aku harus terus cinta. Aku kira, babak ini akan segera usai. Babak ketika aku menemukan sebuah ruang yang memiliki kotak besi di dalamnya, sebuah ruang yang tepat untukku menyimpan hati. Namun rasanya babak itu belum lagi dimulai, apalagi untuk menjadi usai. Episode demi episode masih terbentang luas, dan aku masih buta untuk mencari. Aku meraba dalam kegelapan, kepada siapakah cintaku akan bermuara. Kepada seseorang yang juga aku cintai aku katakan,
“aku ini aneh, mengapa aku bisa cinta kepada dua orang dalam waktu yang sama?”
Aku tak mengerti dalil apa yang harus kupakai. Aku bingung menelusurinya. Mengapa cinta menjadi begitu rumit?
Sesuatu akan indah pada saatnya…
Wanita Berkerudung Orange....
"Kamu mimpi ter-NYATA , garis tanpa batas, kata tak terucap."
"Kamu objek terjelas tanpa melihat , penegas rasa."
"Kamu definisi dari segala arti. Kamu awal tanpa akhir."
"Kamu layaknya potongan puzzle , tak terganti dan memang bukan untuk digantikan."
"Kamu inspirasi penyita aksara. Rotasi tanpa pusat."
"Kamu percikan satu kesatuan cahaya peng-indah malam."
"Kamu yang tak pernah bersedia kubagi. Kamu wujud ke-EGOIS-an ku."
"Kamu skenario terapi. Kamu nada tersinkron. Kamu syair tak terbatas."
"Kamu, tak ada selamat tinggal untukmu. Hanya ada selamat menetap."
Penutup:
“Nada-nada yang tak tertata itu KITA. Tidak Nyata, Namun bisa Berkata!.”
Jangan pernah tanyakan keberadaan ku. Aku memang tak pernah ada. Aku hanya selalu hadir. Meski pada akhirnya mencoba untuk selalu bersembunyi. Bersembunyi darimu, duniamu dan hidupmu. Hingga aku meyakini, kau takkan pernah tau bahwa aku selalu hadir, meski memang tak pernah ada.
Pahamilah. Pahamilah bahwa aku sedang mengakhiri tanpa pernah mencoba untuk memulai. Aku mengakhiri aku, sebelum mencoba memulai menjadi kita. Kita memang tak memiliki awal. Takkan pernah. Dan aku sadar sepenuhnya untuk itu. Kau telah memulai awalmu lebih dulu. Kau telah mengambil beberapa langkah pasti meninggalkan awalmu. Sedang aku? Aku bahkan belum sampai pada lokasi awal lintasanmu.
Jangan berpaling. Jangan kembali. Jangan mencari keberadaanku. Jangan biarkan aku menggantungkan harapan didepan mata. Karena aku tau pasti, ketika semua hal itu terjadi maka aku takkan memiliki kekuatan untuk tidak bergegas berlari menuju lintasanmu. Menuju awalmu. Jangan ulurkan tanganmu. Karena aku takkan memiliki kemampuan untuk menolak genggamanmu.
Tetaplah pada posisi mu. Silahkan berlari, berjalan atau beristirahat sejenak asal kau tetap pada posisimu. Posisi tanpa aku. Tetapkan pandangan pada tujuanmu. Tujuanmu yang jelas-jelas bukan aku. Lalu aku akan menjadi salah satu penonton. Bersembunyi dibalik beberapa penonton lain. Memberi semangat ditengah teriakan penonton yang memberi mu semangat.
Takdir memang seperti ini. Aku hanya ditakdirkan untuk hadir, dan bukan ada. Takdir memang seperti ini. Mengharuskan kau ada dalam lintasan, sedang aku hanya cukup duduk pada tribun hidupmu.
"Kamu kalimat tanpa TITIK. Dan aku tak pernah sanggup menyelesaikannya."
Edisi #gombaloon
Catatan :
Klo berminat tuk baca edisi Fullnya krim email via Inbox FB yaa... hehehe
Thanks All!. :)
Read More......
Pelangi Hilang
“Tau ngak, Aku Paling Benci minum Susu Putih!. Sejak Aku mengenalmu, kamu memperkenalkan padaku, bahwa susu itu seputih dan semanis hatimu.. untuk itu aku belajar untuk mencintai Susu putih itu, juga Kamu” Rayu Kian
“Accchh.. Gombal!. Mulai pintar Gombal ya? Siapa yang ajar” Tanya Ayudia
“Kamu..! Binar Matamu Sungguh Indah, Seindah Rasa Sayang mu yang mau naik Motor Buntutku. hehehe.” Sekian kalinya Kian mengombal mencoba meromantiskan suasana.
Namun saat makan malam berlangsung, hidung Ayudia mengeluarkan tetesan darah kental. Saat itu Kian khawatir namun Ayudia hanya bilang kalau itu mimisan biasa. Mendengar itu kekhawatiran Kian berkurang.
Suatu minggu pagi mereka berjalan di taman kota namun tiba-tiba Ayudia jatuh pingsan, saat itu ia langsung dibawa Kian ke rumah sakit terdekat. Setelah diperiksa oleh Dokter yang bersangkutan Ayudia divonis menderita kanker otak. Hal itu diberitahukan oleh Dokter ke Ayudia. dan dikatakan bahwa umurnya tidak akan lama lagi. “Dok, saya harap dokter tidak memberitahukan hal ini pada pacar saya yang sedang menunggu di depan. Karena saya tidak ingin dia bersedih,” pinta Ayudia pada Dokter tersebut.
Setelah Dokter keluar dari ruangan, “Gimana, dok, keadaan pacar saya?” tanya Kian.
“O…anda tenang saja. Pacar anda baik-baik saja. Hanya terkena anemia atau kekurangan darah. Makanya dia sering letih dan pingsan,” jawaban Dokter pada Kian.
“Lalu, bagaimana, Dok?” tanya Kian lagi penasaran.
“Hmm… tolong biarkan dia istirahat untuk beberapa hari ini dan jangan diganggu dulu ya…” saran Dokter pada Kian lalu masuk ke dalam ruangan.
Dokter meminta agar Ayudia tabah dan sabar serta banyak berdoa agar datang suatu keajaiban nanti dan segera diminta memberitahukan kepada kedua orang tuanya tentang penyakit yang sedang di deritanya tersebut. Dan juga untuk tidak berhenti berobat ke spesialis-spesialis kanker otak.
Akhirnya Kian mengantar Ayudia pulang kerumahnya dengan motor Buntutnya. Sampai di depan teras, Ayudia mengucapkan selamat malam pada Kian dan berpesan agar hati-hati di jalan, begitu pula dengan Kian yang berpesan agar Ayudia banyak beristirahat.
Malam hari setelah selesai makan malam bersama keluarga, Ayudia menceritakan yang terjadi terhadap dirinya kepada kedua orang-tuanya. Ayudia merupakan anak perempuan satu-satunya di keluarga tersebut dari lima bersaudara, jadi wajar ia sangat disayang oleh kedua orang tuanya. Mendengar apa yang disampaikan oleh anaknya tersebut kedua orang tuanya sangat sedih dan khawatir, dan segera berusaha bagaimana agar anaknya bisa cepat sembuh.
Sudah seminggu sejak pengobatan Ayudia yang tidak diketahui oleh Kian. Bahkan ketika Kian menelpon untuk menanyakan keadaannya, pasti tidak pernah diangkat. Sms dari Kian tidak pernah dibalas. Sampai suatu hari Ayudia menelpon Kian untuk datang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah Ayudia, Kian dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu. Orang tua Ayudia memperhatikan dari atas tangga. Ayudia juga pernah berpesan pada orang tuanya untuk tidak memberitahukan penyakit yang dideritanya kepada Kian sampai kapanpun.
Dengan wajah mulai pucat Ayudia meminta Kian untuk mendengarkan ucapannya dengan serius. “Kian, aku minta kamu jauhi aku mulai saat ini…” pintanya dengan nada sedih.
“Kenapa,,,?” tanya Kian penasaran.
“Ortu Aku mau Pindah Tugas di Jogja dan Mau tidak mau Aku Harus lanjut Sekolah di Jogja juga. Orang tuaku ingin aku hidup dengan orang yang sukses. Aku harap kamu bisa berusaha keras dan kembali padaku dengan kesuksesan yang kamu raih…”
BAB IV
Sheila.. Pelangi Tak Sewarna Tapi dia Satu Warna Terbaik Penganti Pelangi...
Kini datang Pelangi Baru menghiasi Catatan Hidup Kian, seorang Pria Sederhana, SHEILA ABIGAIL, Pemberi Semangat & Pemberi Motivasi Handal. Pelangi Beda Begitupun dengan AYUDIA pasti Beda!. Pelangi Tak Sewarna Tapi dia Satu Warna Terbaik Penganti Pelangi...
Bagiku dia seperti wujud reinkarnasi. Di dalamnya aku menemukan sosok seseorang yang dulu pergi meninggalkanku. Aku melihat dia seperti melihatnya. Putih, pendiam, pemalu namun ditelepon dan SMS suasana lain terasa berbeda. Sama seperti kisahku dulu. Aku seperti menemukan oase baru, seperti menemukan seseorang yang sama namun dengan nama dan rupa yang berbeda. Tetapi nasibku tetap sama, episode kali ini, aku juga patah hati.
Sheila...Wanita Berkerudung Orange yang slalu kusapa dalam setiap detak pikiranku saat ini, Mengapa namanya selalu menghantui diriku. Mengapa nama itu tak pernah jeda. Mengapa aku harus terus cinta. Aku kira, babak ini akan segera usai. Babak ketika aku menemukan sebuah ruang yang memiliki kotak besi di dalamnya, sebuah ruang yang tepat untukku menyimpan hati. Namun rasanya babak itu belum lagi dimulai, apalagi untuk menjadi usai. Episode demi episode masih terbentang luas, dan aku masih buta untuk mencari. Aku meraba dalam kegelapan, kepada siapakah cintaku akan bermuara. Kepada seseorang yang juga aku cintai aku katakan,
“aku ini aneh, mengapa aku bisa cinta kepada dua orang dalam waktu yang sama?”
Aku tak mengerti dalil apa yang harus kupakai. Aku bingung menelusurinya. Mengapa cinta menjadi begitu rumit?
Sesuatu akan indah pada saatnya…
Wanita Berkerudung Orange....
"Kamu mimpi ter-NYATA , garis tanpa batas, kata tak terucap."
"Kamu objek terjelas tanpa melihat , penegas rasa."
"Kamu definisi dari segala arti. Kamu awal tanpa akhir."
"Kamu layaknya potongan puzzle , tak terganti dan memang bukan untuk digantikan."
"Kamu inspirasi penyita aksara. Rotasi tanpa pusat."
"Kamu percikan satu kesatuan cahaya peng-indah malam."
"Kamu yang tak pernah bersedia kubagi. Kamu wujud ke-EGOIS-an ku."
"Kamu skenario terapi. Kamu nada tersinkron. Kamu syair tak terbatas."
"Kamu, tak ada selamat tinggal untukmu. Hanya ada selamat menetap."
Penutup:
“Nada-nada yang tak tertata itu KITA. Tidak Nyata, Namun bisa Berkata!.”
Jangan pernah tanyakan keberadaan ku. Aku memang tak pernah ada. Aku hanya selalu hadir. Meski pada akhirnya mencoba untuk selalu bersembunyi. Bersembunyi darimu, duniamu dan hidupmu. Hingga aku meyakini, kau takkan pernah tau bahwa aku selalu hadir, meski memang tak pernah ada.
Pahamilah. Pahamilah bahwa aku sedang mengakhiri tanpa pernah mencoba untuk memulai. Aku mengakhiri aku, sebelum mencoba memulai menjadi kita. Kita memang tak memiliki awal. Takkan pernah. Dan aku sadar sepenuhnya untuk itu. Kau telah memulai awalmu lebih dulu. Kau telah mengambil beberapa langkah pasti meninggalkan awalmu. Sedang aku? Aku bahkan belum sampai pada lokasi awal lintasanmu.
Jangan berpaling. Jangan kembali. Jangan mencari keberadaanku. Jangan biarkan aku menggantungkan harapan didepan mata. Karena aku tau pasti, ketika semua hal itu terjadi maka aku takkan memiliki kekuatan untuk tidak bergegas berlari menuju lintasanmu. Menuju awalmu. Jangan ulurkan tanganmu. Karena aku takkan memiliki kemampuan untuk menolak genggamanmu.
Tetaplah pada posisi mu. Silahkan berlari, berjalan atau beristirahat sejenak asal kau tetap pada posisimu. Posisi tanpa aku. Tetapkan pandangan pada tujuanmu. Tujuanmu yang jelas-jelas bukan aku. Lalu aku akan menjadi salah satu penonton. Bersembunyi dibalik beberapa penonton lain. Memberi semangat ditengah teriakan penonton yang memberi mu semangat.
Takdir memang seperti ini. Aku hanya ditakdirkan untuk hadir, dan bukan ada. Takdir memang seperti ini. Mengharuskan kau ada dalam lintasan, sedang aku hanya cukup duduk pada tribun hidupmu.
"Kamu kalimat tanpa TITIK. Dan aku tak pernah sanggup menyelesaikannya."
Edisi #gombaloon
Catatan :
Klo berminat tuk baca edisi Fullnya krim email via Inbox FB yaa... hehehe
Thanks All!. :)