Sudah lama rasanya saya tidak menulis yang rada berat kayak gini...
Sudah lama pula rasanya saya tidak berbagi pembelajaran saya akan hidup...
Kali ini... ijinkan saya berbagi tentang sesuatu yang baru saja menggetarkan kalbu saya pagi ini, meskipun saya tahu, saya belum cukup pantas layak untuk menuliskan ini.
Mungkin mulut adalah bagian yang kecil dari tubuh kita. Namun ia memiliki fungsi yang cukup besar. Dengan mulut anda dapat mengekspresikan semua rasa di hati anda dan juga di jasmani anda. Dengan mulut anda bisa membangun orang, menginspirasi orang, bahkan menjatuhkan orang dengan seketika...
Mungkin tangan adalah bagian tubuh kita yang sangat penting. Dengan tangan, kita semua, ya di sini tepatnya, bisa membuat miracle yang bisa membangkitkan orang. Ya, tentu saja lewat tulisan kita. Lewat tangan kita, kita bisa menyalurkan apapun yang ada di hati kita lewat tulisan yang kita buat. Namun lewat tangan kita juga, mungkin tanpa sadar kita telah membunuh perasaan orang lain...
Lantas itu semua hanya keputusan kita semua. Mau mempergunakannya untuk membangun atau menjatuhkan??? Bukankah kita semua ada di rumah ini untuk saling support, berbagi, dan bersenda gurau layaknya sebuah keluarga???
saya justru ingin melihat permasalahan ini dari sisi lain, yaitu bahwa wanita memang bukan mahluk yang lemah, terbukti sekali dari sosok Beliau ini, saya rasa lebih berat hidup serumah bersama suami yang tidak bertanggungjawab ketimbang harus jadi single parent karena divorce atau ditinggal mati suami,misalnya.
Pernahkah anda menyesali sesuatu? Sebesar apa dan bagaimana anda mengelola rasa sesal itu?
Seriously, saya gak tau apa yang terjadi di rumah itu belakangan ini.
Saat hari ini saya bukan Ngerumpi, Apa yah? Entahlah... Mungkin saya hanya menyampaikan sedikit saran.
Nga apa-apa seh kalo gak diterima, tapi kalo diterima, ya udah jalanin ajah... "Udah kayak pacaran aja??" hahaha
Seorang perempuan, 36 Tahun, sebut saja namanya Beliau, single mom/Single Parent.
Terus terang saja saya kaget karena tak semua perempuan yang begitu percaya diri dan berani berkata selantang itu di ruang publik (meski kami hanya berinteraksi dan baru saling kenal di dunia maya sebulan yang lalu).
Kata-Kata di seberang sana terdengar lebih tegar dari biasanya, ketika kami berdua (saya dan “Beliau”) berada dalam percakapan Chat malam itu.
Beliau disini ada dalam tanda kutip karena ia bukan Istri saya, bukan juga Pacar saya (emang gak punya sich!**nge-dehem..ehm,ehm**).
tapi dia sudah lebih dari sekedar SAHABAT buat saya,
walau umurnya lebih tua sekitar 12-13 tahun. Segalanya selalu kami bagi berdua, begitupun tentang masalah rumah tangganya yang berada diujung tanduk.
saya selalu bersedia menjadi ‘tempat sampah’ untuknya, walau tak pernah saya berani untuk menasihatinya, bahkan untuk berkata ‘sabar yaa’ karena jika saya berada di posisinya, mungkin sudah lama saya mendiami rumah ukuran 2x1 di tanah Panaikang, Sudiang atau tanah Kusir kalee yaa (brrr..!**merinding**).
Rasa penasaran saya terjawab ketika dalam sesi perbincangan yang lebih privat dan lebih dalam, dia bercerita tentang hidupnya, pernikahan dan kemudian keputusannya untuk bercerai dan menjadi orang tua tunggal. dan kini memilih menjadi single parent, tentu saja ada rasa menyesal.
Tapi hebatnya, dia bilang dia merasa jauh lebih baik sekarang setelah sendirian. "Enakan sendirian dan jadi diri sendiri.. Dan sekarang hidupku jauh lebih tenang alias "MERDEKA". hehe katanya.
pengen Ketika saya ingin bertanya (tapi nga jadi).
apakah dia pernah merasa sebegitu menyesalnya sampai-sampai dia berkeinginan memutar balik waktu kalau saja bisa????
pastinya pandangan saya dia akan menjawab dengan tegas,
"nggak. Ngak pengen mutar balik waktu. kalo mutar balik waktu, aku ngak punya anak, dong." Hmmm... :)
Dan sekarang, anak dan pekerjaanx di kota B bagian Jawa Sana adalah energi hidupnya. Menyesal bukan lagi issue penting, karena what's done is done!!!
Tak ada yang bisa kita lakukan untuk mengubah sejarah, bukan?
Yang bisa kita upayakan hanyalah mencoba menjadi manusia yang lebih baik, ibu yang lebih baik, dan menjalani hidup dengan lebih baik serta berusaha tidak mengulangi kesalahan dan mengambil keputusan yang salah di masa yang akan datang.
Tapi itulah, setegar apapun wanita, dia bukan Ironwoman atau bukan wanita berhati besi. Buat saya Beliau adalah the Real Superwoman, wanita tegar yang berhati lembut dan tentu saja bisa rapuh ketika digerus kekecewaan demi kekecewaan yang selalu melukai hatinya **cihh, jadi melo,gini sich...!**
Kalau masih berstatus sah sebagai suami-istri, sang istri tetap harus menjalankan kewajiban ke suaminya,kan?
sementara, kalau suami tidak menjalankan kewajibannya maksimal, istri susah protes, karena siapa yang bisa mengukur itu sudah maksimal atau belum, suami tidak mau disalahkan....
Tapi hidup juga sebuah pilihan, dan tidak ada yang salah-benar terhadap pilihan itu. Beliau pada awalnya memilih untuk fight dengan segala kesulitan, namun kini dia memilih untuk ‘berhenti’ dan saya rasa tidak ada alasan saya untuk tidak menDUKUNGnya.
Semoga cerita hidup Beliau yang dia ceritakan tanpa beban kepada saya tadi bisa menginspirasi perempuan-perempuan lain di luar sana, bahwa perempuan memang makhluk luar biasa, Manusia langkah dan spesies yang diciptakan untuk bisa tampil selembut bidadari tapi juga sanggup menantang kehidupan sekaligus menaklukkannya ketika dibutuhkan.
Menyesal itu normal, tapi bagaimana kita keluar dari jeratan rasa tak nyaman yang ditimbulkan oleh rasa sesal itu yang paling penting, kan?
Whatever your choice, you are still The Real Superwoman in this life…
Untuk BELIAU, Terima Kasih untuk Inspirasinya & Izinnya Tuk Upload Tulisan ini.
Allah Bless You!!!
0 komentar:
Post a Comment